Perempuan Hujan

:Teruntuk perempuan, yang mencintai hujan

Hari ini hujan sangat deras, nampaknya bakal awet sampai nanti sore. Aku tak sabar melihat jalanan yang sedikit tergenang air, dengan bintik-bintik gerimis di atasnya. Lebih tepatnya aku tak sabar untuk segera bertemu denganmu. Kamu, yang hanya hadir dikala hujan, menurutku.

Apa Kau masih ingat, saat kali pertama kita bertemu? Tentu saja ketika hujan. Waktu itu hujan deras, aku sedang menunggu bus di sebuah halte, yang atapnya sama sekali tidak berguna.
Saat pakaian kerjaku hampir basah seluruhnya, Kau datang dengan sebuah payung.
Sepertinya kamu perempuan yang baik, nyambung di ajak bicara, memberikan rasa nyaman.
Di pertemuan pertama itu, kita sedikit berbincang tentang tujuan perjalanan. Tapi, aku melupakan satu hal penting, berkenalan. Bagaimana bisa waktu itu Aku bertemu dan berbicara denganmu tanpa tahu namamu lebih dulu.

Lalu, apa Kau ingat saat aku selesai makan di luar kantor? Iya, saat itu hujan deras. Aku yang kebingungan bagaimana caranya berjalan kaki menyeberang ke kantor tanpa basah kuyup, dikagetkan oleh tepukan di pundakku. Lagi-lagi Kamu, yang tentu saja dengan payung merahmu.
Sesaat setelah aku sampai ke depan kantorku, hujan sudah akan berhenti. Aku berterima kasih dan Kamu bergegas pergi, hingga lagi-lagi aku tak sempat menanyakan siapa namamu.

Hal itu membuatku tak nyaman, rasa penasaran mendorongku untuk mencarimu. Karena kemarin kita bertemu di tempat yang tak jauh dari kantorku, mungkin saja Kamu bekerja di dekat sini. Tetapi, tak kunjung temui sosok yang kucari-cari.
Sore harinya ketika sedang menunggu taksi, Aku melihat perempuan dengan payung merah, sepertinya itu Kamu, bergegas aku menghampiri hanya untuk menanyakan lebih banyak hal tentangmu. Sayangnya perempuan itu bukan Kamu.

Siapa Kamu sebenarnya? Apa Kamu hanya muncul ketika hujan? Mengapa?

Keesokan harinya Aku berharap akan turun hujan, seharian. Tentu saja agar bila Kamu muncul, tak perlu pergi karena takut hujan akan reda.
Dan benar saja, waktu itu hujan seharian.
Aku mencarimu ke tempat-tempat dimana kita pernah bertemu, tetapi tak kunjung kudapati dirimu dengan payung merahmu.

Nampaknya hujan sudah akan reda, menyisakan gerimis kecil di hari yang sudah mulai gelap. Lampu-lampu menyilaukan dari mobil yang lalu lalang, menyinari muka lelahku. Aku hampir berputus asa mencarimu.
Tak terasa Aku hampir sampai ke rumah hanya dengan berjalan kaki. Tiba-tiba ada seorang perempuan dengan payung merah di sebelahku, itu Kamu.

Kali ini tak ku sia-siakan pertanyaan yang sudah lama ingin kutanyakan.
“Siapa dirimu?” “Darimana asalmu?” “Kenapa Kau pergi disaat hujan akan reda?”

“Aku malaikat”

Kurasa saat itu kau sedang bercanda, nampak dari senyum dan cara bicaramu.

“Apa nanti kita akan bertemu lagi?” “Bagaimana caranya?”
Aku masih ingat apa yang kau katakan;

“tenang saja, aku akan muncul ketika hujan”

Saat itu hujan yang gerimis sudah akan reda, dan seperti biasa kau pergi begitu saja.

Kini, hingga sekarang, hingga hujan yang ke-19 bulan ini, aku belum bertemu kembali denganmu.
Jadi, dimana dirimu?
Perempuan hujanku…

Tertanda,

Pembenci hujan, sebelum bertemu denganmu.

P.S : Aku masih (terus) mencarimu, tentu saja ketika hujan turun.

sini

Gambar di ambil dari sini

________________________________

Tulisan ini terinspirasi dari kisah Goldilocks di novel #LondonAngel karya @windryramadhina


6 respons untuk ‘Perempuan Hujan

Tinggalkan Balasan ke chikopicinoo Batalkan balasan